Rasa bersalah
merupakan suatu keadaan emosi manusia yang tidak dapat dikontrol yang
diakibatkan oleh perilaku yang tidak sesuai dengan norma, hukum maupun agama. Perasaan
bersalah ini berupa perasaan berdosa, tidak nyaman dan juga kecemasan.
Menurut Narramore (1981: 105) Guilt may be defined as feelings of
sinfulness, evil, wrong-doing and failure to measure up. Adapun menurut Atwater (Fitri, 2005; Vishakadharma,
2011) emosi yang muncul merupakan campuran antara penyesalan yang dalam,
menyalahkan diri sendiri, dan ketakutan atau kecemasan akan hukuman yang
diterima. Logan mengemukakan rasa bersalah merupakan salah satu emosi
tersakit manusia yang biasanya manusia tidak dapat mengontrol perasaan tersebut.
Tilloseon dalam Fitri (Vishakadharma,
2011), rasa bersalah muncul ketika seseorag melakukan sesuatu yang bertentangan
dengan apa yang dianggap sebagai kewajiban dan tanggung jawabanya.
Rasa bersalah
ini diakibatkan oleh beberapa perilaku yang tidak sesuai dengan norma, hukum dan
agama. Menurut narramore rasa bersalah timbul ketika seseorang sudah memahami
mana yang baik mana yang benar, atau dengan kata lain sudah memahami lingkup
pengetahuan norma.
Terdapat jeni-jenis rasa bersalah Narramore (1981: 105-106) :
a.
Real Guilt (Rasa bersalah sebenarnya)
Rasa
bersalah ini timbul karena seseorang melanggar hukum-hukum Tuhan dan merupakan
rasa bersalah karena melakukan perbuatan yang dianggap dosa.
Dia memiliki keinginan yang baru,
posisi
baru
yang benar di pandangan Tuhan. Namun,
orang
yang beriman memiliki hubungan langsung dengan
Tuhan melalui taubat yang akan mengampuni kesalahan-kesalahan
umatnya yang meminta pengampunan setiap hari.
b. Psedo Guilt (Rasa Bersalah Semu)
Rasa bersalah yang tidak bersifat
spiritual yakni rasa bersalah akibat dari penyebab emosional.
Seseorang mungkin sudah berkomitmen
hidupnya
dengan
Tuhan, namun masih belum dapat menghilangkan perasaan
bersalah.
Dia
terus-menerus
dapat
meminta pengampunan Tuhan untuk
beberapa dosa masa lalu, namun tidak dapat
menghilangkan
perasaan
bersalah dan kejahatan. Ini adalah
reaksi
abnormal yang disebabkan oleh situasi
lingkungan
tertentu, biasanya dari masa
kanak-kanak, dan dapat disebut sebagai perasaan
bersalah
semu.
Sedangkan menurut Dister (Siswant, 206 : 199)
rasa bersalah dibagi menjadi tiga yakni :
a. Rasa bersalah di
bidang tabu
Disebabkan oleh ketakutan instingtif terhadap hal-hal
yang dirasakan sebagai ancaman terhadap hal-hal yang dianggap vital. Dalam hal
ini individu melakukan hal-hal instingtif yang membahayakan nilai-nilai vital
kehidupan yang tabu, dimana individu
menjadi merasakan penyesalan dan merasa kotor sehingga tidak ingin berhadapan
dengan tuhan, namun ini bukan merupakan rasa bersalah religius.
b. Rasa bersalah di
bidang narsistis
Rasa bersalah yang diebabkan karena individu merasa
melakukan tindakan yang merendahakan dirinya sendiri karena melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan aku idealnya. Rasa bersalah ini berkaitan dengan
harapan-harapan dalam masyarakat.
c. Rasa bersalah di
bidang dosa
Rasa bersalah yang timbul karena individu mengakui bahwa apa yang
dilakukannya adalah dosa, penghianatan, pendurhakaan terhadap hukum Allah yang
menyebabkan hubungannya dengan Tuhan terputus.
Menurut siswanto (2006) bahwa rasa bersalah
psikologis (palsu) akan membuat individu merasa tersiksa oleh rasa bersalah
tersebut, karena dituduh, direndahkan, dan dihina oleh nuraninya sendiri
sehingga individu mengalami ketidaksejahteraan dan melakukan upaya-upaya
melarikan dari dari rasa bersalahnya. Sebaliknya dengan rasa bersalah religius,
individu mengakui keslahannya dan akan meminta ampunan pada Tuhannya dan
memiliki keyakinan bahwa ia akan diampuni oleh Tuhan.
Ciri-Ciri
Rasa Bersalah
Menurut Narramorre (1981: 106) terdapat ciri-ciri dari rasa
bersalah, mencakup rasa bersalah sebenarnya dan rasa bersalah semu :
a. Exemplary Behaviour (Perilaku
Teladan)
Individu berperilaku yang lebih
patuh
dan lebih baik dalam rangka untuk
menutupi perasaannya yang sebenarnya dalam
rasa
bersalah.
b. Somatic (bodily) complaints (Keluhan
Somatik (Tubuh) )
Ini adalah suatu sifat
emosional yang menunjukkan dirinya dalam
reaksi
fisiologis,
seperti kelelahan dan sakit kepala.
c. Feelings Depresion (Perasaan Depresi)
Orang yang merasa bersalah
terus-menerus
menyalahkan
dirinya sendiri. Pola reaksi ini dapat menjadi penyebab utama perasaan
depresi.
d. Further Indulgence (Mengumbar
Terus-Menerus)
Ini termasuk terus-menerus mengumbar
dalam
tindakan
yang salah adalah hasil dari sikap kekalahan
atau
tindakan
untuk
membawa perasaan tambah bersalah,
sehingga
menimbulkan
suatu
bentuk hukuman pada diri sendiri.
e. Self-condemnation (Kecaman Diri)
Orang terus-menerus mengutuk
atau
menyalahkan
dirinya
sendiri karena telah melakukan sesuatu yang salah,
memalukan
atau
jahat. Hal ini terkait dengan perasaan
depresi.
f.
Self
Punishment (Menghukum Diri)
Orang menghukum dirinya sendiri dengan
menyangkal kebutuhan dirinya akan makanan,
pakaian atau materi lain.
g. Expectation disapproval (Penolakan
dari Lingkungan)
Orang mengantisipasi penolakan dan
kecaman
dari
orang-orang tentang dia dan merasa bahwa
dunia
akan
menganggap
dirinya
tidak
berharga.
h.
Projection and undue
criticism (Proyeksi dan Kritik yang Tidak Semestinya)
Orang terus-menerus mencari kesalahan orang lain dan
melimpahkan kesalahan kepada orang lain dan ia sendiri sedikit menemukan
kekurangan dalam dirinya.
i.
Hostility (Permusuhan)
Orang umumnya memusuhi orang lain karena perasaan
bersalah dirinya sendiri.
j.
Compensation (Kompensasi)
Ini merupakan upaya untuk menurutkan kata hati
individu dengan melakukan perbuatan baik, bergabung dengan organisasi yang
dihormati dan memberi berupa amal.
Rasa bersalah ini
dapat ditangani dengan Konseling dan Hypnotherapy. Dengan bantuan konseling dan hypnotherapy rasa bersalah pada klien yang berlebihan akan berangsur-angsur berkurang. Sehingga individu dapat menjalani kembali kehidupannya dengan lebih baik.
Informasi Konseling dan
Hypnotherapi Klik Disni
Reviews:
Posting Komentar